Informasi terbaru:

Pada tanggal 15 September 2021, pimpinan KPK mengumumkan pemberhentian 56 dari 75 pegawai yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) per 30 September 2021. Ke-56 pegawai tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam proses peralihan status menjadi aparatur sipil negara (ASN) berdasarkan TWK. Padahal, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyatakan bahwa terdapat 11 bentuk pelanggaran HAM dalam proses asesmen TWK. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) juga telah menyatakan adanya maladministrasi dalam penyelenggaraan TWK. Tentunya, pemecatan berdasarkan dalih TWK melanggar HAM dan tidak seharusnya terjadi!

Koalisi masyarakat sipil mendirikan Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi di depan Gedung ACLC KPK sebagai bentuk solidaritas. Di kantor darurat ini, masyarakat menitipkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk mendesak pembatalan TWK yang menjadi dasar pemberhentian 56 pegawai KPK.

 

Ada apa dengan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)?

Sebelum adanya revisi UU KPK, pegawai KPK bukanlah termasuk golongan Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, dengan disahkannya UU KPK pada September 2019 lalu, status pegawai KPK dialihkan menjadi ASN. Ketua KPK, Firli Bahuri, memasukkan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai salah satu syarat bagi pegawai KPK untuk dialihkan statusnya menjadi ASN. Padahal UU KPK menghendaki pengalihan status tersebut secara otomatis. Selain itu, TWK diduga berisi pertanyaan-pertanyaan yang janggal dan cenderung diskriminatif. Perihal agama, kepercayaan, pendapat politik, hingga urusan pribadi turut diulik. Seperti misalnya:

 

“Pilih Qur’an atau Pancasila? Nggak boleh pilih dua-duanya tapi.”

“Kalau pacaran kamu melakukan apa saja?”

“Kalau disuruh lepas jilbab mau nggak?”

“Aliran agama kamu apa?”  

 

Dedikasi dan kapabilitas pegawai KPK tidak seharusnya dinilai berdasarkan tes yang janggal tersebut. Sejak adanya TWK, tercatat 51 pegawai KPK yang telah tulus mengabdi dan berdedikasi kepada pemberantasan korupsi terancam diberhentikan hanya karena tidak lolos TWK.